Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer, Islam telah
mewajibkan setiap muslim untuk berusaha dan bekerja semaksimal mungkin agar dapat
memenuhi kebutuhan pokok yang menjadi tanggungannya.
Namun demikian, jika seseorang meski sudah berusaha
tetapi tetap belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya karena tidak lagi memiliki
harta/miskin, atau dia tidak mempunyai harta yang cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan
pokoknya tersebut/fakir, maka hukum Islam telah menjadikan orang tersebut wajib
ditolong oleh orang lain agar ia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya dengan
normal dalam arti rizkinya dititipkan Allah kepada orang lain.
Hanya saja sebagai perimbangan keadilan dan pahala,
Islam menganjurkan orang yang memiliki harta lebih untuk mematuhi aturan-aturan
atau adab dalam bershodaqah atau berzakat. Hal ini dimaksudkan agar orang yang
membutuhkan harta dapat menikmati hartanya dengan baik, sementara orang yang bershodaqah
juga mendapatkan pahala yang maksimal.
Adapun adab bershodaqah atau berzakat itu ada enam.
Yaitu :
- Menyegerakan berzakat atau bershodaqah ketika sudah waktunya. Hal ini untuk
menampakkan rasa suka cita muzakki untuk memenuhi perintah Allah agar membahagiakan
hati orang-orang fakir.
- Menyembunyikan shodaqah yang akan diberikan dengan meminimalisir orang yang
mengetahuinya, sebagai usaha amal bainya tidak dikotori oleh godaan perasaaan
riya atau ingin terkenal. Disamping itu juga untuk menjaga perasaan mustahiq agar
tidak terbuka rahasia akan kefakirannya. Karena sebenarnya semiskin apapun seseorang,
agama menganjurkan untuk selalu mencoba berusaha sendiri dan menyem-bunyikan kondisi
perekonomian keluarganya.
Akan tetapi, bila kita menemui orang yang meminta-minta kepada kita dihadapan
orang banyak, maka kita tidak dianjurkan untuk meninggalkan shodaqah karena takut
riya', kita tetap dianjurkan untuk menshodaqahinya karena orang yang meminta-minta
tersebut tidak memiliki perasaan malu menampakkan kondisi dirinya atau bahkan
menggunakannya sebagai profesinya. Kalau mustahiq sudah mengawali sesuatu dengan
tidak baik, maka kebersihan niat muzakki juga tidak harus dijaga.
- Ataupun kalau orang tersebut yakin tidak akan riya', orang tersebut dapat
menampakkannya agar diketahui oleh banyak orang. Dengan harapan orang-orang itu
akan meneladaninya.
- Tidak merusak shodaqahnya dengan mengungkit-ungkit kembali apa yang telah
ia shodaqahkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah : Dan janganlah kamu membatalkan
sedekahmu dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti. Termasuk diantaranya menyakiti
orang menerima shodaqah adalah dengan mengumumkan tentang kefakirannya, membentak-bentak
atau menghinanya karena meminta-minta. Bahkan memandang mereka lebih rendah dari
kita saja, sudah termasuk menyakiti. Karena kalau orang kaya itu mengetahui keutamaan-keutamaan
orang faqir, maka dia akan selalu berharap mendapatkan derajat orang-orang faqir.
Semestinya orang yang bersedekah itu melihat mustahiq dengan cinta kasih karena
telah membantu menunaikan hak Allah dan menyelamatkannya dari api neraka.
- Berapapun nilai harta yang disedekahkan, kita harus menganggapnya sedikit,
karena kalau sampai kita menganggapnya banyak, maka kita akan ta'ajub dengan pemberian
itu. Sementara ujub ini dapat menyebabkan kita takabur yang pada akhirnya dapat
menghilangkan pahala dari shodaqah itu sendiri. Sebagian ulama menyatakan : Perbuatan
baik tidak akan sempurna kecuali dengan tiga hal, yaitu ; menganggapnya ringan,
menyegerakan dan menyembunyikannya.
- Menyeleksi orang yang akan menerima zakat atau sedekah dan tidak hanya terpancang
oleh delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Hal ini lebih ditujukan agar muzakki
tidak hanya mendapat pahala sedekah atau zakat saja. Orang-orang yang seharusnya
diutamakan terlebih dahulu adalah:
- Orang-orang yang lebih bertakwa. Mereka ini dipilih karena sesungguhnya menolong
dengan harta untuk dipergunakan dijalan ketakwaan adalah termasuk berserikat dalam
ketakwaan pula.
- Orang-orang cerdik pandai. Karena menolong mereka ini sama saja ikut serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.. Imam Syafii pernah menyatakan : Al Ilmu Asyrofu
al Ibadat mahma shohhat fihi al Niyyat. Ilmu itu lebih mulia dibanding ibadah
apabila dilakukan dengan niatan yang baik. Ibnu Mubarok salah seorang ulama sufi,
setiap bersedekah, dikhususkannya sedekahnya untuk ahli ilmu. Ketika ditanya mengapa
dia melakukan hal ini ?, Ibnu Mubarok menjawab : "Sesungguhnya aku tidak
mengetahui ada derajat yang lebih utama dari derajatnya ahli ilmu setelah derajat
para Nabi. Ketika seseorang yang bergelut dengan keilmuan itu bekerja untuk memenuhi
hajatnya sehari-hari, maka potensi ilmu pengetahuan yang dia miliki tidak bisa
dikembangkan dan dia tidak dapat mengajarkan ilmunya. Untuk itu, pilihan cerdik
cendekia untuk lebih menggeluti pengembangan keilmuan ini lebih utama.
- Orang yang akan menerima zakat/sedekah diketahui dan diyakini ketakwaan.
Hal ini dapat dibuktikan dengan rasa syukur yang ditunjukkan-nya ketika menerima
zakat/sedekah dan selalu memandang segala nikmat yang dia terima hanya dari Allah
semata.
- Orang yang akan menerima zakat adalah orang yang selalu menyembunyikan kebutuhannya
dan tidak mau menampakkan kemelaratannya. Dengan kata lain orang ini adalah seorang
yang memiliki sifat muru'ah. Ketika nikmat yang dia dapat hilang dari sisinya,
dia tetap tidak menampakkan kesedihan sama sekali. Hal ini sebagaimana ditunjukkan
para sahabat Nabi dan dibukukan dalam firman Allah : Yahsabuhum al Jahilu aghniya'a
min al ta'afufi ta'rifuhum bisimahum laa yas'aluuna al naasa ilhaafaa. Orang-orang
yang tidak tahu menyangka para sahabat itu adalah orang kaya karena selalu menjaga
kehormatannya. Engkau dapat mengetahui para sahabat dari tanda-tandanya yang tidak
meminta kepada manusia dengan memaksa. Mereka tidak meminta dengan memaksa karena
mereka kaya dengan keyakinannya yang mulia dan kesabarannya. Untuk itu, kalau
perlu orang yang akan bershodaqah mencari orang-orang yang seperti ini, karena
bersedekah kepada orang-orang yang seperti ini pahalanya lebih berlipat dibanding
orang-orang yang ketika meminta selalu memaksa.
- Orang yang akan menerima zakat memang sedang dalam kesulitan yang berat karena
sakit atau karena sebab yang lain hingga tidak dapat mela-kukan ibadah ataupun
berjuang dijalan Allah. Berdasar ini pulalah Khalifah Umar bin Khottob pernah
memberi Ahl Bait dengan segerombol kambing yang jumlahnya lebih dari sepuluh.
Perilaku seperti ini merupa-kan perwujudan dari sunnah Nabi yang selalu memberi
orang sesuai dengan kadar kebutuhannya dan tingkat kemiskinannya.
- Orang yang akan diberi shodaqah, diutamakan orang-orang yang memiliki hubungan
kekerabatan. Dengan bershodaqah muzakki sekaligus menyambung persaudaraan/ silturrahim.
Silaturrahim itu sendiri memiliki kandungan pahala yang tak terhitung banyaknya.
Saudara maupun teman dekat juga diutamakan untuk didahulukan.
Keenam kelompok ini, memiliki tingkatan derajat masing-masing.
Untuk itu kita dianjurkan untuk memilih atau mencari orang yang derajatnya lebih
tinggi. Dengan begitu kita dapat mengumpulkan pahala yang banyak dengan bershodaqah.
Bahkan kalau bisa kita mendapatkan orang yang mengumpulkan keenam sifat ini.
Setelah shodaqah dapat kita keluarkan, maka kita
perlu mensyukurinya. Karena meski secara dhohir harta kita berkurang, namun hakekatnya
harta yang harus dikeluarkan itu merupakan kotoran yang harus dibersihkan.
|
Penulis:
Achmad ibn Masduqie |
Kembali
ke atas
|